Sebelum Menikah, Almarhumah Ully Artha Lebih Dulu Jadi Muallaf

Sebelum Menikah, Almarhumah Ully Artha Lebih Dulu Jadi Muallaf - rtis senior Ully Artha ternyata memiliki banyak rahasia yang tak diketahui publik sebelum akhirnya meninggal dunia. Diantaranya, soal pernikahan dan keputusan dia memeluk agama Islam.



Dari cerita Gatot, suami Ully, yang ditemui di rumah duka, Senin (17/6/2013) dini hari, pernikahannya dengan almarhum berlangsung pada 13 Juli 2012. Dia mengaku tak banyak keluarga Ully yang tahu.

Adapun Ully menjadi muallaf pada September 2011. Namun Gatot membantah keputusan almarhum masuk Islam karena ingin menikah dengan dirinya. "Itu panggilan saja," ucapnya.

Untuk itu, Gatot juga berharap agar sang istri bisa dimakamkan secara Islam. Rencananya, Ully akan dikebumikan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Tanah Kusir, Jakarta Selatan, Senin siang.

Ully menghembuskan nafas terakhir dalam usia 59 tahun di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta Pusat, Minggu (16/6/2013) sore. Dia meninggal akibat penyakit komplikasi jantung, liver, dan paru-paru.((Kisah Muallaf)

Angel Lelga Jadi Muallaf, Keluarga Tak Komplain

Angel Lelga Jadi Muallaf, Keluarga Tak Komplain - Sejak berganti keyakinan dan memakai hijab, Angel Lelga makin menjadi sorotan publik. Banyak pandangan miring tentang pencitraan dirinya. Namun bagi Angel, jika dibarengi niat dan restu keluarga wanita kelahiran 1 Januari 1984 ini tetep teguh menjalaninya. Keluarganya bahkan tak pernah membahas tentang hal ini.



"Kalau saya mualaf, mereka (keluarga) tidak pernah  bertanya. Buat saya itu suatu dukungan yang luar biasa, berarti mereka menghormati pilihan dan keputusan saya," ucapnya ketika ditemui di SCTV Tower, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (18/7/2013).

Bagi Angel selain hidayah yang didapatkannya sudah merupakan kehendak Allah. Mantan pasangan Rhoma Irama ini juga sangat senang dengan penampilannya saat ini. Pasalnya menutup aurat sudah merupakan keharusan bagi muslimah. Perubahaan ini dilakukannya bukan lantaran dirinya menjadi calon legislatif (caleg) dari sebuah partai.

"Sebagai perempuan sudah sepantasnya tutup aurat kan. Saya malu karena rambutnya terurai. Tapi saya sekarang senang menjalaninya. Dan ini tidak akan mempengaruhi apapun. Kalau berhijab lalu dipilih, kok kesannya gampang sekali," tandasnya.(Kisah Muallaf)

Bella Saphira Resmi Jadi Muallaf

Bella Saphira Resmi Jadi Muallaf - Artis Bella Saphira menyambangi Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, Jumat (26/7/2013). Bukan sekedar kunjungan biasa, Bella justru datang ke masjid terbesar se-Asia Tenggara itu untuk meresmikan status barunya sebagai seorang Muslim.



Di depan Imam Besar Masjid Istiqlal, Bella mengucapkan dua kalimat syahadat sebagai tanda dirinya menjadi seorang muslimah.

"Saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah. Dan aku bersaksi Muhammad Rasul Allah," kata Bella di depan para saksi dan keluarga yang mengantarnya ke Masjid Istiqlal.

Sayangnya, usai membaca dua kalimat syahadat, Bella belum mau memberikan komentar terkait keputusannya memeluk Islam. Artis bernama lengkap Bella Saphira Veronica Simanjuntak memilih menghindar dari kejaran awak media dengan pengawalan ketat sejumlah aparat berwajib.(Kisah Muallaf)

Bek Persib Abanda Herman Masuk Islam

Bek Persib Abanda Herman Masuk Islam - Manajer Persib Bandung, Umuh Muhtar, mengaku sangat terharu dan bahagia, karena selama memimpin tim Persib, baru kali ini ada seorang pemain asing yang menyatakan diri sebagai mualaf. Hal itu diungkapkan Umuh, saat menjadi saksi pengucapan syahadat yang dilakukan oleh bek Persib, Abanda Herman "Sebetulnya sudah lama Abanda menginginkan masuk Islam, tapi saya memberi waktu kepada dia agar merenungkan kembali hal itu, jangan sampai dia pindah keyakinan karena keterpaksaan. Namun dia benar-benar mengungkapkan bahwa dirinya sangat serius dan penuh kesadaran hati ingin memeluk Islam. Saya pun menyambut gembira dan haru," kata Umuh dengan mata berkaca-kaca di depan jemaah.



Hal yang sama diungkapkan pelatih Djadjang Nurdjaman. Menurut Djanur, hari itu merupakan hari yang tidak akan pernah dia lupakan dan membuat dirinya merasa sangat bahagia. "Saya sangat senang dan bahagia melihat ada pemain yang menjadi mualaf," ujar Djanur singkat. Setelah mengucapkan syahadat, Abanda mengaku bahwa hatinya sangat merasa damai dan tenang. Terlebih karena dia merasa memiliki suasana baru di dalam hidupnya. "Aku sangat bahagia bisa masuk Islam. Semua ini adalah berdasarkan kesadaran aku tanpa ada paksaan dari orang lain. Ini murni kesadaran aku pribadi," ucap Abanda. Abanda juga mengaku tidak memiliki masalah hubungan dia dan keluarganya di Kamerun. "Aku sudah dewasa, dan keluarga aku pun sangat mengerti dengan keputusan aku ini," kata defender jangkung berusia 29 tahun ini. Abanda mengungkapkan ketertarikannya memilih Islam karena dia melihat di dalam Islam semua sudah diatur sedemikian rupa dan ada tata cara atau doa-doanya dalam melakukan hal apa pun. Apalagi dia sering melihat rekan-rekannya melakukan salat berjemaah di mana pun dan kapan pun berada, baik sedang di Bandung maupun sedang melakukan tur luar kota. "Aku senang melihat rekan-rekan salat berjemaah, hal itu membuat aku tertarik untuk mendalami Islam. Aku sadar bahwa Islam adalah agama sempurna bagi umat manusia," katanya.

Terkait dengan khitan yang merupakan hal yang wajib dilakukan seorang muslim, Abanda mengaku hal itu sudah dilakukannya sejak dia masih kecil. Untuk ke depannya, kata Abanda, ia akan terus mempelajari hal-hal tentang Islam termasuk belajar mengaji dengan Alquran yang diberikan Jujun Junaedi kepadanya saat mengucapkan syahadat. "Aku akan membaca Alquran dan memperdalam Islam. Nama aku pun sekarang menjadi Ahmad Abanda Herman," katanya. Ditanya soal kemungkinan menjadi warga negara Indonesia, Abanda hanya bisa tersenyum. "Kita lihat saja nanti," katanya. sumber: tribunnews.com(Kisah Muallaf)

Kapolda Bali Resmi Peluk Agama Islam

Kapolda Bali Resmi Peluk Agama Islam - Irjen Pol Albertus Julius Benny Mokalu, yang kini menjabat sebagai Kapolda Bali, berikrar memeluk Islam, Jumat (7/112014). Pengumuan tentang kapolda Bali memeluk agama Islam di umumkan disitus jejaring sosial facebook. Dalam facebook juga nampak photo pak kapolda waktu sedang mengucapkan dua kalimah syahadat.



Proses pengislaman berlangsung di kediamannya di Denpasar, Bali, dibimbing seorang ulama asal Bengkulu, Habib Abdurrahman. Jenderal polisi berbinang dua itu memeluk Islam disaksikan sejumlah tokoh dan sejumlah pejabat teras Polda Bali.

“Ini soal keyakinan dan pilihan hati. Ini masalah yang sangat pribadi,” kata Kabid Humas Polda Bali, Kombes Pol Hery Wiyanto.

Salah seorang penasihat MUI Bali, Roichan Muchlis mengatakan, juga mendengar peristiwa berislamnya Benny Mokalu. Menurut dia, peristiwa seseorang masuk Islam, dalam keyakinan agama Islam dipandang sebagai hidayah dari Allah dan dalam hal itu, hanya sedikit peran yang bersangkutan.

Dikatakan Roichan, Allah memberi manusia kebebasan untuk memilih dan keputusan akhirnya adalah sebagaimana kehendak Allah. Dalam sejarah Islam kata jelas Roichan, dikenal beberapa nama yang merupakan  paman Nabi Muhammad. “Namun hingga akhir hayat mereka tidak mendapatkan hidayah,” katanya.

Pak Benny yang lahir di Kupang, Nusa Tenggara Timur pada 22 Juli 1959 merupakan seorang perwira kapolri yang menonjol dengan aneka ragam prestasi yang disabetnya serta serta dalam penugasannya diberbagai lapangan. Terhitung sejak ejak 16 September 2013 beliau mengemban amanat sebagai Kapolda Bali menggantikan Irjen Arif Wachyunadi.

Benny Mokalu adalah anak dari Kawanua lulusan Akpol 1985 ini berpengalaman dalam bidang reserse. Jabatan jendral berbintang dua ini terakhirnya adalah sebagai kapolda Bengkulu.

Karir pak Benny mulai banyak dikenal orang adalah ketika dirinya menjabat Wakil Direktur Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Mabes Polri dengan pangkat komisaris besar pada tahun 2009. Saat itu dirinya menangani kasus besar yakni dugaan penyalahgunaan wewenang dua pimpinan KPK yaitu Bibit dan Chandra Hamzah.(Kisah Muallaf)

Kisah Dakwah Majelis Rasulullah di Tanah Papua

Kisah Dakwah Majelis Rasulullah di Tanah Papua -  Inilah catatan perjalanan dakwah Habib Munzir Al-Musawwa bersama Majelis Rasulullah SAW ke Tanah Papua, Kamis, 9 oktober 2008.

Dini hari sebelum subuh saya terkaget dari tidur, ternyata suara gemuruh hujan deras yang seakan akan menghancurkan atap dari dahsyatnya, saya kembali tidur beberapa saat dan kemudian bangun untuk Qiyamullail, lalu termenung sambil berdzikir dan doa, sungguh perjalanan yang sangat melelahkan, namun haru dan gembira,

Ternyata mereka yang tidak tidur malam itu untuk memasang umbul umbul Majelis Rasulullah saw dan spanduk serta baliho Majelis Rasulullah, mereka mengatakan malam itu hanya hujan gerimis, tak ada hujan deras.., lalu hujan deras apa yang membuat saya bangun dari tidur semalam..?, Wallahu A’lam.



Pk 8.30 WIT (6.30 wib), riuh suara arak arakan masyarakat untuk menyambut kedatangan kami sudah semakin ramai, sekaligus acara halal bihalal, tabuhan hadroh yang khas papua sangat mengharukan, ratusan muslimin sudah memenuhi halaman parkir hotel dan mereka berdiri memegang spanduk dan baliho menyambut kedatangan saya, subhanallah… subhanallah.., kami keluar menyambut mereka, maka riuh sambutan mereka dan saya berpelukan dengan para tokoh masyarakat setempat, mereka menangis haru, sebagian orang orang tua menjerit dalam tangis.. Ada apakah gerangan..?

Sambil berjalan dengan iring iringan hadroh dan arak arakan kegembiraan mereka menuju Masjid salah seorang tokoh masyarakat menjelaskan sambil memegang tangan saya, ia berkata Lirih : “Kami sedari dulu hanya dengar saja dari datuk datuk kami tentang habib, kami tak pernah jumpa dengan para habib, kami hanya dengar saja dari orang orang tua kami, dan pagi ini kami bisa berjumpa dengan yang dinamakan habib, dan inilah pertama kali seorang habib mengunjungi Bintuni setelah ratusan tahun tak pernah ada kunjungan ke wilayah ini”. Kali ini saya yg menangis haru.., subhanallah.. oleh sebab itulah mereka menangis..,

Arak arakan yang semakin riuh ketika semakin dekat pada masjid, dan para jamaah hadroh adalah orang orang sepuh, acara di mulai dengan sambutan sambutan, berdirilah salah seorang tokoh dan menyampaikan sekilas sambutan, lalu berdiri tokoh lainnya, dan dari penyampaian mereka bahwa dijelaskan bahwa Islam masuk Papua sebelum Kristen, dan Islam sudah ada di Bintuni pada abad ke 16 Masehi, kemudian hilang dan tak tercatatkan sejarah, lalu tercatatkan pula di Bintuni pada abad ke 18 Masehi, dan ada beberapa wilayah yang diberi nama dengan nama dari bahasa arab, yaitu wilayah yang dipakai untuk jalan menuju Bintuni dinamakan wilayah Babo, mereka berkata bahwa yang dimaksud adalah Baabussalam, yaitu Pintu keselamatan, karena pendatang di masa lalu mesti melalui wilayah itu untuk masuk ke Bintuni.

Kemudian maulid Dhiya’ullami dilantunkan, bersama Jamaah Hadroh dari putra putra Ransiki Papua, kemudian saya menyampaikan Tausyiah dan diakhiri doa. Kami dijamu makan siang oleh para tokoh, lalu saya berkata pada mereka : “saya minta dipilihkan makanan untuk saya oleh tokoh tokoh, karena saya ingin makan makanan yang dipilihkan oleh tokoh tokoh, agar saya mendapat keberkahan dari tangan bapak bapak yang mulia, maka disendokkan pada saya “Papeda” yaitu bubur sagu yang dihidangkan dengan semacam sop Ikan, masya Allah..

Setelah acara jamuan maka kami kembali ke hotel, dan saya duduk bercengkerama dengan beberapa tokoh islam, dan mereka menyampaikan beberapa cerita tentang perjuangan islam, diantaranya bagaimana muslimin dihimpit oleh kalangan Nasrani, mereka menyebut suatu kejadian beberapa tahun yang silam, bahwa disebuah wilayah antara Sorong dan Papua terdapat sebuah suku dipinggir pantai, kebanyakan di wilayah itu muslimin, namun mereka tak ada lagi yang mengajarkan Islam hingga turun temurun, mereka muslim tapi tak tahu agama Islam, mereka sudah tidak kenal syahadat, mereka hanya mengenal satu ajaran adat, yaitu tak boleh makan babi, padahal babi adalah santapan yang masyhur di Irian, mereka menganggap itu hukum adat, padahal itu hukum islam, dan kepala suku mempunyai satu barang yang dikeramatkan, ia adalah sebuah kotak yang menyimpan pusaka turun temurun yang dipegang oleh kepala suku dari generasi ke generasi, mereka tak tahu benda apa itu,

Ketika mulai banyak para nelayan muslimin yang kunjung, mereka minta sebidang tanah pada kepala suku untuk musholla, maka kepala suku mengizinkan, lalu mereka kunjung kerumah kepala suku, dalam sambutan hangat itu kepala suku menunjukkan pusaka yang disimpan ratusan tahun dan diwariskan dari datuk datuknya, ketika kotak itu dibuka, maka para nelayan pun kaget dan bertakbir, ternyata isinya adalah Alqur’an yang sudah sangat tua.., Subhanallah.., mereka ternyata sejak berabad abad sudah muslimin, namun karena mungkin tak ada para dai dai pengganti, maka ajaran Islam pun hilang dan tak lagi dikenali, tinggallah pusaka yang diwasiati turun temurun itu yang ada pada mereka, ternyata ia adalah Kitabullah, Alqur’anulkarim.

Maka kepala suku ini pun kembali memeluk Islam, tak lama kabar sampai kepada Koramil dan kecamatan yang camat dan Danramil adalah Nasrani, mereka memanggil kepala suku itu dan mendampratnya habis habisan karena telah memberi sebidang tanah untuk muslimin membangun musholla, dan kepala suku dipaksa untuk mengusir mereka dan kepala suku tetap pada pendiriannya, maka kepala suku itu ditelanjangi hingga hanya celana dalamnya yg disisakan, lalu ia disiksa dan dicambuki dengan kulit ikan pari, Ikan pari terkenal dengan kulitnya yang penuh duri tajam yang beracun…, kepala suku tetap tidak mau merubah keputusannya.., ia tetap ingin mempertahankan pusaka Alqur’an dan tak mau mencabut izin untuk pembangunan musholla.. Subhanallah.. Dengan kejadian penjelasan tentang Alqur’an itu maka 80 kepala keluarga di Suku itu kembali pada Islam.

Juga Di antara keluh kesah tokoh agama tersebut, mereka berkata : “dimana da’I da’I muslimin dari Jakarta?, dimana para hartawan dari Jakarta?, mereka hanya mau teriak teriak di televisi, dan sebagian dari kami tak ada listrik, jikapun wilayah yang sudah ada listrik belum tentu punya televisi, lalu darimana kami akan mengenal dan belajar islam?, kami hanya dengar dari teman teman yang punya televisi, bahwa para hartawan di Jakarta selalu mengirimkan dana uang banyak ke Palestina, Bosnia, Afghanistan, bagaimana mereka memberi bantuan kesana dan melupakan kami, kami muslimin yang sebangsa dengan mereka, kami masyarakat Papua menerima republik Indonesia karena kami tahu Republik Indonesia adalah Muslimin, namun setelah kami jadi saudara mereka kami dikucilkan dan ditinggalkan.., mereka jauh jauh mengirim uang banyak ke luar negeri dan kami disini susah dan tak mampu membangun musholla pun..” Masya Allah…

Pk 13.30 WIT kami menuju pulang, diantar tangis airmata para tokoh muslimin, setelah berpelukan, mobil melaju dan kami melihat dari kejauhan mereka masih berdiri termangu mengantar kepergian kami, selamat Tinggal Kota Bintuni…, kami sempat mampir ke rumah salah seorang ustaz di perkampungan Transmigran, yaitu di SP 5 (SP = satuan pemukiman), lalu kami meneruskan perjalanan pulang..

{mosimage}Akibat hujan deras semalam, maka medan jalur pulang lebih buruk dari saat kemarin, Land Cruiser yang saya tumpangi sempat terperosok dan terjebak Lumpur dan tak bisa keluar dari Lumpur, kami beristirahat dan makan siang di pinggir jalan tempat mobil kami terjebak, setelah makan siang, maka mobil Land cruiser yang juga bersama kami pun menarik mobil itu keluar dari cengkeraman Lumpur, usaha yang cukup sulit itu pun akhirnya berhasil, setelah Lumpur itu di pacul terlebih dahulu untuk memudahkan mobil keluar dari jebakan Lumpur tersebut, seakan akan Bintuni tak mau kami meninggalkannya dan berusaha menahan mobil kami..

Kami berhenti sesaat di wilayah Mamai, menurunkan seorang anak santri bimbingan KH Ahmad Baihaqi, ayahnya masih nasrani, dan sudah mulai tertarik masuk islam, dan ia mengizinkan anaknya belajar di Jakarta dibawah bimbingan KH Ahmad Baihaqi, saya berdoa untuk ayahnya dan berfoto bersama, lalu kami pamit dan Meneruskan perjalanan,

Kami singgah di wilayah Kiwi, yaitu musholla yang dijaga oleh muslimin yang kami mampiri kemarin, kami berpamitan, ternyata musholla itu dibangun oleh seorang pengusaha wanita dari Jakarta, Ibu Tuti, demikian mereka menyebutnya, Ibu Tuti berkediaman di Tebet Jakarta selatan, dan ia sedang di wilayah ini dalam usahanya, semoga Allah melimpahkan kepadanya keberkahan dan kesuksesan, karena telah mendirikan musholla, yang menjadi satu satunya musholla di radius puluhan kilometer wilayah sekitar.

{mosimage}Kami meneruskan perjalanan menuju Ransiki.., Ditengah perjalanan itu saya sekilas tertidur dan bermimpi, saya melihat seorang habib, ia pemuda tampan seusia dengan saya, ia dengan pakaian putih, ia berkata pada saya : “saya dahulu berdakwah di wilayah ini dan saya dikejar kejar dan akhirnya saya dibunuh disini..”. saya terbangun dan melihat kearah kiri tempat perjumpaan kami dalam mimpi.., ternyata hanya semak belukar dan rimba yang gelap.. airmata saya mengalir lagi sambil melafadzkan fatihah untuknya.. ia membawa dakwah Nabi saw ditengah tengah pedalaman seperti ini, lalu wafat sebagai syahid dan kuburnya tak dikenali orang didalam rimba belantara Irian barat..

Kami tiba di Ransiki untuk makan malam dan berpamitan dengan para orang tua santri, saya diperlihatkan Alqur’an yang disobek sobek oleh Nasrani di wilayah Ransiki, saya tak tahan, saya menciumi Alqur’an itu dan menangis sekeras kerasnya, merekapun turut menjerit dan menangis, saya terlintas untuk marah dan menginstruksikan balas, namun akhirnya saya tenang, dan berdoa agar Allah hujankan hidayah bagi semua yang menyembah selain Allah, agar Allah hujani hidayah dan memenuhi papua dengan muslimin dan agar Allah jadikan penduduk Papua sebagai Ahlussujud.., dan agar Allah jadikan Papua bukan Manokwari kota Injil, tapi sebagai wilayah sayyidina Muhammad saw..

{mosimage}Ketika kami sudah dimobil, mereka melepas kepergian kami dengan adzan, lalu selesai adzan mobil meluncur pelahan dan puluhan muslimin menjerit tangis pilu melepas kepergian kami di gelapnya malam.., suara jerit tangis mereka benar benar menyayat hati.., mereka sangat cinta pada saya dan sayapun demikian, saat saya turun dari mobil anak anak pemuda papua berebutan menaruh kaki saya ditelapak tangan mereka, karena Mobil Land cruiser itu sangat tinggi hingga saya agak kepayahan saat turun dari mobil, mereka berebutan menaruh kaki saya ditelapak tangan mereka, saya menghalau mereka namun mereka tidak perduli menjadikan tangan tangan mereka sebagai injakan kaki saya sebelum ke bumi.., wahai Rabbiy alangkah suci hati mereka, mereka muallaf, mereka baru memeluk islam, betapa mereka mencintai karung dosa ini, bahkan mereka selalu berusaha menciumi saya, pundak, tangan punggung, dada, jika mereka ada kesempatan dekat mereka terus menciumi saya ditubuh sekenanya, saya menjadi akrab pula dengan mereka, saya bercanda dengan mereka, berfoto dalam berangkulan dengan mereka, dan mereka semakin gembira,

{mosimage}Ketika mobil meluncur meninggalkan Ransiki dan para pemuda setempat, maka tubuh saya terus meriang, ditengah hentakan dan guncangan mobil yang terus melewati medan berat, saya terus dihantui perasaan yang beraneka ragam, sedih, haru, semangat juang, tangis, dan terus terbayang diwajah saya betapa sulitnya para da’I terdahulu di wilayah ini, wilayah yang terjauh di Indonesia, terbayang kepala suku yang baru masuk islam, ia dilucuti pakaiannya, disiksa dan dicambuk dengan Kulit ikan pari yang berduri karena membela Alqur’an.., ia tetap bertahan dan menahan sakit, padahal ia baru saja memeluk islam, terbayang seorang habib muda yang dikejar kejar lalu dibantai dan dibunuh ditengah rimba sebagaimana mimpi saya…, terbayang wilayah wilayah muslimin yang ingin belajar shalat namun tak ada yang mengajarinya, mereka hanya bisa shalat jika berjamaah dan belum bisa shalat sendiri, maka jika imam itu (pemuda belasan tahun) sakit maka tidak ada shalat di kampung itu.., anak muda itu muallaf dan baru saja belajar shalat.., ia sudah berjuang di wilayahnya mengajarkan shalat..

Terbayang pula keluhan mereka tentang tidak adanya pengajaran islam untuk mereka, mereka hanya bisa lihat islam di TV dan sebagian besar wilayah perkampungan tidak punya tv, bahkan listrik hanya ada hingga jam 12 malam, lalu padam.. dan mereka mengeluh : “Lalu bagaimana kami belajar islam..?”, terbayang wajah para santri dari Ransiki Papua yang selalu hadir di Majelis Malam selasa di Masjid Almunawar Pancoran Jakarta, mereka baru belajar dasar agama saja, namun mereka sudah menjadi dai dai di wilayahnya dan wilayah sekitar, mengislamkan keluarganya, mengajak kakaknya masuk islam, mengajak ibunya masuk islam, subhanallah.. betapa mulianya mereka..

Bayangan bayangan itu benar benar mengiris hati saya.. terlintas dihati untuk meninggalkan Jakarta dan berdakwah di Papua, biarlah saya mati dibunuh dalam dakwah dan terkubur tanpa dikenali orang dimana kubur saya, duh.. betapa habib muda yang syahid itu dimanjakan dan dicintai Allah..

duh.. betapa mulianya anak anak muda cilik itu yang menjadi kesayangan Rasul saw kelak karena baktinya pada Nabi Muhammad saw, mereka mengajarkan shalat, mereka mengajar ngaji, menyebar maulid dhiya ullami, mereka mengibarkan bendera Majelis Rasulullah saw, memasang umbul umbul Majelis Rasulullah saw di wilayah wilayah mereka.., subhanallah.. Saya terus menangis dan tubuh ini meriang, setiba di Manokwari kami langsung beristirahat di kediaman Bpk Hj Shohib, dan bermalam..

{mosimage}Jumat 10 Oktober 2008, Pelukan terakhir perpisahan dengan KH Ahmad Baihaqi dan beberapa penduduk Ransiki sangat mengharukan.. berat sekali saya ingin melepas pelukan KH Ahmad Baihaqi, dia akan terus berjuang lagi, sebagaimana saya datang ia sangat erat memeluk saya, dan firasat saya bahwa ia sudah melewati masa masa berat, dan ternyata benar, dan kini ia harus kembali berjuang sendiri, kami harus meninggalkannya, saya sangat tidak tega dan berat meninggalkannya, saya terus memeluknya dan saya tak bisa menahan tangis, dan iapun menangis keras.., saya mulai merasa goncangan dahsyat dihati, saya harus melepas pelukan ini dan pergi, hati saya benar benar pilu dan pandangan mulai pudar, saya risau jika saya teruskan maka saya akan jatuh pingsan, maka saya melepas pelukannya dan berbalik.. berjalan ke pesawat dan tak berani membalikkan tubuh untuk memandangnya lagi.. saya tidak kuat melihat pemuda mulia itu tegak sendiri memandang kepergian kami.. ia akan terus berjuang sendiri hingga 23 oktober 2008 mendatang, ia akan kembali ke Jakarta bersama santri santri Ransiki..

Saya duduk di kursi pesawat…, saya tulis akhir dari laporan ini, selamat tinggal Bintuni, selamat Tinggal Ransiki, selamat tinggal Musholla siwi, selamat tinggal para pejuang dakwah, selamat tinggal para muallaf yang terus berjuang ditengah panasnya cuaca hutan tropis… selamat tinggal Manokwari, wahai Manokwari.. kau digelari kota Injil… betapa mencekik gelarmu..,

Rabbiy hujani Papua dengan Hujan Hidayah, bangkitkan kemuliaan muslimin, menegakkan kedamaian dan keimanan di wilayah mereka, tumbuhkan generasi muda mudi yang mencintai Rasulullah saw, cabut keinginan mereka untuk menyembah selain My Rabbiy… hujani mereka dengan keberkahan dan kemakmuran, singkirkan tangan tangan kuffar yang terus meracuni akidah mereka..

Saya membatalkan keinginan untuk tinggal di Papua, karena jika saya wafat disana maka perkembangan ini akan terhambat pula, biarlah saya di Jakarta, namun kami akan menyiapkan santri santri dan muda mudi yang akan menjadi laskar Muhammad saw di wilayah mereka, kini pun sebagian dari mereka telah berpencar ke wilayah wilayah sekitar mereka, memimpin shalat, mengajarkan Iman, mengajak kepada Islam, dan kita akan terus menyatukan barisan dan memperkuatnya hingga Manokwari bukan lagi bernama Manokwari kota Injil, tapi Irian Barat wilayah Sayyidina Muhammad Shollalloohu ‘Alayhi wa Sallam.. amiin..

Pesawat kami mendarat dengan selamat di Bandara Soekarno Hatta Jakarta pada Jumat Petang pk 20.00 wib.
(Kisah Muallaf)

Karen Henderson : Islamku Bersemi di Pakistan dan Afghanistan

Karen Henderson : Islamku Bersemi di Pakistan dan Afghanistan -  DUA minggu lalu, selepas Jumat saya menemukan secarik kertas di atas meja kantor saya di Islamic Cultural Center of New York . Isinya kira-kira berbunyi, “I have been trying to reach you but never had a good luck! Would you please call me back? Karen.”



Berhubung karena berbagai kesibukan lainnya, saya menunda menelepon balik Karen hingga dua hari lalu. “Oh! thank you so much for getting back to me!” jawabnya ketika saya perkenalkan diri dari Islamic Center of New York. “I am really sorry for delaying to call you back,” kataku, sambil menanyakan siapa dan apa latar belakang sang penelpon.

“Hi, I am sorry! My name is Karen Henderson, and I am a professor at the NYU (New York University),” katanya.

“And so what I can do for you?” tanyaku. Dia kemudian menanyakan jika saya ada beberapa menit untuk berbicara lewat telepon. “Yes, certainly I have, just for you, professor!” candaku. “Oh.. that is so kind of you!” jawabnya.

Karen kemudian bercerita panjang mengenai dirinya, latar belakang keluarganya, profesinya, dan bahkan status sosialnya.

“Saya adalah seorang professor yang mengajar sosiologi di New York University,” demikian dia memulai. Namun menurutnya lagi, sebagai sosiolog, dia tidak saja mengajar di universitas tapi juga melakukan berbagai penelitian di berbagai tempat, termasuk luar negeri.

Karen sudah pernah mengunjungi banyak negara untuk tujuan penelitiannya, termasuk dua negara yang justru disebutnya sebagai sumber inspirasi. Yaitu Pakistan dan Afghanistan.

“Saya menghabiskan lebih dari 3 tahun di negara ini, sebagian besar di desa-desa,” katanya. “Selama tiga tahun, saya punya banyak kenangan tentang orang-orang. Mereka sangat menakjubkan,” lanjutnya.

Tidak terasa Karen berbicara di telepon hampir 20 menit. Sementara saya hanya mendengarkan dengan serius dan tanpa menyela sekalipun. Selain itu Karen berbicara dengan sangat menarik, informatif, dan disampaikan dalam bahasa yang jelas, membuat saya lebih tertarik mendengar. Mungkin karena dia adalah seorang professor, jadi dalam berbicara dia sangat sistematis dan eloquent.

“Karen, itu adalah cerita yang sangat menarik. Saya yakin apa yang Anda lakukan seperti pengalamanku juga. Saya tinggal di Pakistan 7 tahun, dan memiliki kesempatan untuk mengunjungi banyak daerah-daerah yang tidak Anda sebutkan, ” kataku.

“Tapi apa kau ingin menceritakan cerita ini?” tanyaku Lagi

Nampaknya Karena menarik napas, lalu menjawab. Tapi kali ini dengan suara lembut dan agak lamban.

“Sir, saya ingin tahu Islam lebih lanjut, agama orang-orang ini. Mereka adalah orang-orang manis, dan saya pikir saya telah terinspirasi oleh mereka dalam banyak hal, ” katanya.

Tapi karena waktu yang tidak terlalu mengizinkan untuk saya banyak berbicara lewat telepon, saya meminta Karen untuk datang ke Islamic Center keesokan harinya, Sabtu lalu. Dia pun menyetujui dan disepakatilah pukul 1:30 siang, persis jam ketika saya mengajar di kelas khusus non-muslim, Islamic Forum for non-Muslims.

Keesokan harinya, Sabtu, saya tiba agak telat. Sekitar pukul 12 siang saya tiba, dan pihak security menyampaikan bahwa dari tadi ada seorang wanita menunggu saya. “She is the mosque.” (maksudnya di ruang shalat wanita). Saya segera meminta security untuk memanggil wanita tersebut ke kantor untuk menemui saya.

Tak lama kemudian datanglah seorang wanita dengan pakaian ala Asia Selatan (India Pakistan). Sepasang shalwar dan gamiz, lengkap dengan penutup kepala ala kerudung Benazir Bhutto.

“Hi, sorry for coming earlier! I can wait at the mosque, if you are still busy with other things,” kata wanita baya umur 40-an tahun itu. Dia jelas Amerika berkulit putih, kemungkinan keturunan Jerman.

“Not at all, professor! I am free for you,” jawabku sambil tersenyum.
“Silakan duduk dulu, aku pamit sekitar lima menit,” mintaku untuk sekedar melihat-lihat weekend school program hari itu.

Setelah selesai melihat-lihat beberapa kelas pada hari itu, saya kembali ke kantor. “I am sorry Professor!” sapaku.

“Please do call me by name, Karen!” pintanya sambil tersenyum.

“You know, saya lebih senang memanggil seseorang penuh penghormatan. Dan aku benar-benar tak tahu bagaimana harus memanggil Anda,” kataku. “Di sejumlah negara, orang suka dikenal dengan gelar profesional mereka. Tapi aku tahu, di Amerika tidak,” lanjutku sambil ketawa kecil.

Kita kemudian hanyut dalam pembicaraan dalam berbagai hal, mulai dari isu hangat tentang kartun Nabi Muhammad SAW di sebuah komedi kartun Amerika, hingga kepada asal usul Karen itu sendiri.

“Saya adalah seorang kelahiran Yahudi. Orangtua saya orang Yahudi, tetapi Anda tahu, terutama ayahku, dia tidak percaya pada agama lagi,” katanya.

Bahkan menurutnya, ayahnya itu seringkali menilai konsep tuhan sebagai sekedar alat repression (menekan) sepanjang sejarah manusia.

Namun menurut Karen, walaupun tidak percaya agama dan mengaku tidak percaya tuhan, ayahnya masih juga merayakan hari-hari besar Yahudi, seperti Hanukkah, Sabbath, dll.

“Perayaan ini, sebagai orang Yahudi kebanyakan, tidak lebih dari warisan tradisi, “ jelasnya. “Yudaisme adalah saya pikir bukan agama, dalam arti lebih tentang budaya dan keluarga, “ tambahnya.

Dalam hatiku saya mengatakan bahwa semua itu bukan baru bagi saya. Sekitar 60 persen atau lebih Yahudi di Amerika Serikat adalah dari kalangan sekte ‘reform’ (pembaharu). Mereka ini ternyata telah melakukan reformasi mendasar dalam agama mereka, termasuk dalam hal-hal akidah atau keyakinan. “Sekte reform” misalnya, sama sekali tidak percaya lagi kepada kehidupan akhirat. Saya masih teringat dalam sebuah diskusi di gereja Marble Collegiate tahun lalu tentang konsep kehidupan.

Pembicaranya adalah saya dan seorang Pastor dan Rabbi dari Central Synagogue Manhattan. Ketika kita telah sampai kepada isu hari Akhirat, Rabbi tersebut mengaku tidak percaya.

Tiba-tiba salah seorang hadirin yang juga murid muallaf saya keturunan Rusia berdiri dan bertanya, “Jadi, jika Anda tidak percaya pada kehidupan setelah kematian, mengapa Anda harus pergi ke rumah ibadat, mengenakan yarmukka, memberi amal, dll? Mengapa Anda merasa perlu untuk bersikap jujur, bermanfaat untuk orang lain? Dan mengapa kita harus menghindari hal-hal yang harus kita hindari? ” begitu pertanyaannya kala itu.

Sang Rabbi hanya tersenyum dan menjawab singkat, “Kami melakukan semua karena apa yang harus kita lakukan,” ujarnya. Mendengar jawaban sang Rabbi, semua hadirin hanya tersenyum, dan bahkan banyak yang tertawa.

Kembali ke Karen, kita kemudian hanyut dalam dialog tentang konsep kebahagiaan. Menurutnya, sebagai seorang sosiolog, dia telah melakukan banyak penelitian dalam berbagai hal yang berkaitan dengan bidangnya. Pernah ke Amerika Latin, Afrika, beberapa negara Eropa, dan juga Asia , termasuk Asia Selatan.”Tapi satu hal yang harus aku ceritakan padamu, orang-orang Pakistan dan Afghan adalah orang-orang sangat menakjubkan,” katanya mengenang.

“Apa yang membuat Anda benar-benar heran tentang mereka,” tanyaku.

“Banyak, religiusitas mereka. Antara lain komitmen mereka terhadap agama. Tapi saya rasa yang paling menakjubkan tentang mereka adalah kekuatan mereka, dan bertahan lama di alam dalam kehidupan sehari-hari,” katanya.

“Aku heran bagaimana orang-orang ini begitu kuat dan tampak bahagia meski kehidupan yang sangat menantang.”

Saya tidak pernah menyangka kalau Karen tiba-tiba meneteskan airmata di tengah-tengah pembicaraan kami. Dia seorang professor yang senior, walau masih belia dalam umur. Tapi juga pengalamannya yang luar biasa, menjadikan saya lebih banyak mendengar.

Di tengah-tengah membicarakan ‘kesulitan hidup’ orang-orang Afghanistan dan Pakistan, khususnya di daerah pegunungan-pegunungan, dia meneteskan airmata tapi sambil melemparkan senyum. “I am sorry, saya sangat emosional dengan kisah ini,” katanya.

Segera saya ambil kendali. Saya bercerita tentang konsep kebahagiaan menurut ajaran Islam. Bahkan berbicara panjang lebar tentang kehidupan dunia sementara, dan bagaimana Islam mengajarkan kehidupan akhirat itu sendiri.

“Tidak peduli bagaimana Anda menjalani hidup Anda di sini, itu adalah sementara dan tidak memuaskan. Harus ada beberapa tempat, kadang di mana kita akan hidup kekal, di mana semua mimpi dan harapan akan terpenuhi, ” jelasku. “Keyakinan ini memberi kita kekuatan besar dan tekad untuk menjalani hidup kita sepenuhnya, tidak peduli bagaimana situasi dapat mengelilingi kehidupan itu sendiri,” jelasku.

Tanpa terasa adzan Dhuhur dikumandangkan. Saya pun segera berhenti berbicara. Nampaknya Karen paham bahwa ketika adzan didengarkan, maka kita seharusnya mendengarkan dan menjawab. Mungkin dia sendiri tidak paham apa yang seharusnya diucapkan, tapi dia tersenyum ketika saya meminta maaf berhenti berbicara.

Setelah adzan, saya melanjutkan sedikit, lalu saya tanya kepada Karen, “Jadi, apa yang benar-benar membuat Anda menelepon saya?”

“Saya ingin memberitahu Anda bahwa pikiran saya terus-menerus mengingat orang-orang itu. Memori saya mengingatkan saya tentang bagaimana mereka bahagia, sementara kita, di Amerika hidup dalam keadaan mewah, tapi penuh kekurangan kebahagiaan,” ujarnya seolah bernada marah.

“Tapi kenapa kau harus datang dan membicarakan dengan saya?” pancingku lagi.

Karen merubah posisi duduknya, tapi nampak sangat serius lalu berkata. “Aku sudah memikirkan ini untuk waktu yang cukup lama. Tapi aku benar-benar tidak tahu harus berbuat apa dan bagaimana untuk melanjutkan itu. Aku ingin menjadi seorang muslim,” ujarnya mantap.

Saya segera menjelaskan bahwa untuk menjadi muslim itu sebenarnya sangat mudah. Yang susah adalah proses menemukan hidayah. Jadi nampaknya Anda sudah melalui proses itu, dan kini sudah menuju kepada jenjang akhir.

“Pertanyaan saya adalah apakah Anda benar-benar yakin bahwa ini adalah agama yang Anda yakini sebagai kebenaran, “ kataku.

“Ya, tentu tidak diragukan lagi!” Jawabnya tegas.

Saya segera memanggil salah seorang guru weekend school wanita untuk mengajarkan kepada Karen mengambil wudhu. Ternyata dia sudah bisa wudhu dan shalat, hanya belum hafal bacaan-bacaan shalat tersebut.

Selepas shalat Dhuhur, Karen saya tuntun melafalkan, “Asy-hadu an laa ilaaha illa Allah wa asy-hadu anna Muhammadan Rasul Allah” dengan penuh khusyu’ dan diikuti pekikan takbir ratusan jamaah yang hadir.

Hanya doa yang menyertai, semoga Karen Henderson dijaga dan dikuatkan dalam iman, tumbuh menjadi pejuang Islam di bidangnya sebagai profesor ilmu-ilmu sosial di salah satu universitas bergengsi di AS. Amin! (Kisah Muallaf)

Vincente : Kisah “Yesus” Menjadikan Saya Muallaf

Vincente : Kisah “Yesus” Menjadikan Saya Muallaf - Tiga belas tahun yang lalu Vicente Mota Alfaro adalah salah seorang pemeluk Kristen yang taat yang secara rutin mendatangi kelas Minggu dan membaca Injil setiap harinya.



Namun hari ini, dia tidak hanya seorang Muallaf, namun dia adalah Imam Masjid dari Pusat Kebudayaan Islam Valensia (CCIV).

Selain merupakan Muallaf pertama yang dipersilakan mengimami setiap kali sholat berjamaah, dia juga merupakan anggota Dewan Kepengurusan CCIV sejak 2005.

Pemimpin kelompok Muslim Valensia menetapkan Alfaro sebagai Imam besar, dan berterima kasih atas kerja kerasnya.

“Dia pantas kami pilih karena kehebatan pengetahuan agamanya”, kata El-Taher Edda Sekretaris Umum Liga Islam bagian Dialog dan Perdamaian.

Dia meyakini Alfaro telah menyebarkan pesan yang nyata mengenai Muallaf yang bergabung dalam kekuatan Islam.

Beberapa media setempat tidak lama lalu melaporkan adanya peningkatan jumlah Muallaf di Spanyol, tanpa adanya pertentangan dari pihak manapun.

Diperkirakan Muslim Spanyol berjumlah 1.5 juta dari 40 juta penduduk keseluruhan. Islam merupakan agama terbesar kedua setelah Kristen.

Ketika masyarakat bertanya kepada Alfaro bagaimana dia dapat menjadi seorang Muallaf, dia akan memberikan jawaban yang sederhana.

“Allah telah menjadikan Islam sebagai agama dan hidupku”, katanya mantap.

Saat itu Alfaro berusia 20 tahun dan masih berkuliah ketika dia memutuskan untuk menjadi Muallaf.
“Saya membaca Al-Quran, saya menemukan kebenaran tentang Nabi Isa dan saya putuskan menjadi Muallaf”.

Pada awalnya dia adalah seorang pemeluk Kristen yang taat.

“Dulunya saya rutin pergi ke Gereja tiap Minggu dan membaca Injil setiap harinya”.

“Pada saat itu saya tidak tahu sama sekali mengenai Islam”.

Dia mempunyai seorang tetangga Muslim Algeria yang memperkenalkannya pada Islam.

“Ketika berbincang-bincang dia mengatakan bahwa seluruh umat manusia adalah keturunan Adam dan Hawa, dan semuanya merupakan anak dari Nabi Ibrahim”, kenangnya.

“Saya terkejut mengetahui bahwa dalam Islam juga mengenal Adam, Hawa, dan Ibrahim”.
Perbincangan tersebut rupanya membuat Alfaro muda semakin ingin mengetahui tentang Islam.
“Selanjutnya, saya meminjam salinan Al-Quran dari perpustakaan”.

Dia membawanya pulang dan membaca salinan Al-Quran tersebut dengan teliti.

Namun titik balik bagi Alfaro datang ketika dia membaca kisah tentang Yesus (Nabi Isa) dan kejadian penyaliban.

“Sebelumnya yang saya ketahui adalah Yesus merupakan anak Tuhan yang diutus ke dunia untuk menebus dosa umat manusia, dan sebetulnya hal tersebut cukup mengganggu saya”.

“Dan saya temukan jawabannya dalam Al-Quran. Yesus tidak pernah disiksa ataupun disalib”.
Muslim meyakini Nabi Isa sebagai salah satu Rasul yang diberi penghormatan lebih.

Dalam Islam, Nabi Isa tidak mengalami penyaliban, namun diangkat ke surga dan akan diturunkan kembali pada akhir zaman untuk memerangi Dajjal Al-Masih dan akan membawa kemenangan dan kejayaan bagi Islam.

Dan kisah tersebut merubah keyakinan Alfaro untuk menjadi seorang Muallaf bernama Mansour.
“Dengan cepat saya menyadari bahwa Al-Quran adalah Kitab Tuhan yang sesungguhnya, dan saya tidak pernah menyesal menjadi seorang Muallaf”.(Kisah Muallaf)

Stephen Schwartz, Aku Menemukan Islam

Stephen Schwartz, Aku Menemukan Islam - Pria yang lahir di Columbus, Ohio ini dikenal sebagai wartawan dan kerap mengkritik Bush. Kini ia menjalani Islam dan rajin shalat


—-
Stephen Schwartz lahir di Columbus, Ohio tahun 1948. Lebih dari separuh hidupnya dihabiskan dengan berkarir sebagaiStephen Schwartz wartawan dan penulis. Stephen kenal Islam dan bersyahadah ketika bertugas sebagai reporter di Bosnia. Setelah memeluk Islam, mantan wartawan senior San Francisco Chronicle ini kerap mengkritik pemerintahan Bush yang sering mengidentikkan teroris dengan Islam. Artikel-artikel kontroversialnya muncul di sejumlah koran ternama seperti The NewYork Times, The Wall Street Journal, The Los Angeles Times, dan The Toronto Globe and Mail. Stephen juga kontributor tetap untuk The Weekly Standard, The New York Post dan Reforma di Mexico City. Berikut kisah pria yang mengaku tertarik dengan kehidupan sufi dalam Islam dan ketika di Bosnia aktif mengikuti kegiatan tarekat Naqshabandiah. Inilah beritanya.
—–
Stephen Schwartz memeluk Islam di Bosnia pada 1997 atau di usianya yang ke-49. Sebelumnya, lebih dari 30 tahun lamanya, dia melakukan studi dan menimba berbagai pengalaman hidup serta mempelajari sejarah beberapa agama samawi. Bagaimana ceritanya hingga dia terkesan dengan agama Islam?
“Aku tertarik dengan Islam sejak tahun 1990 saat berkunjung ke Bosnia untuk melakukan studi tentang sejarah Yahudi di Balkan. Aku butuh data itu untuk mengisi kolom rutin di jurnal Jewish Forward. Nah dalam penelitian itu, aku sempat menjalin kontak dengan tokoh-tokoh Islam Balkan,” kisah Stephen.
—–
Jika menilik sejarah hidupnya, dia mengaku berasal dari keluarga “agamis”. “Aku dibesarkan dalam lingkungan yang benar-benar ekstrem bagi kebanyakan orang Amerika. Ayahku seorang Yahudi yang taat. Sementara ibuku adalah anak dari seorang tokoh kelompok Protestan fundamentalis. Dia sangat paham dengan Bibel, juga Kitab Perjanjian Lama dan Baru,” kata pria yang menambah Suleiman Ahmad di depan namanya selepas memeluk Islam.
—–
Stephen sendiri mengaku, pertama kali bersentuhan dengan agama adalah tatkala ikut kegiatan gereja Katolik. Walau saat itu belum memutuskan ikut ajaran itu, dia sempat tertarik dengan sejumlah literatur tentang kebatinan dalam ajaran Katolik. Keingintahuannya membuat dia melakukan sejumlah studi dan riset mendalam hingga ke negeri matador Spanyol.

Riset di Spanyol
Di awal penelitiannya, Stephen mengamati bahwa di balik kejayaan Katolik Spanyol ternyata terdapat pengaruh kuat sejarah Islam kala berkuasa di Spanyol. Dia mengaku takjub dan terinspirasi dengan agama Islam yang masih bertahan dalam sejumlah tradisi di sana.
—–
“Sebagai seorang penulis, aku meneliti fenomena ini selama bertahun-tahun. Mula-mula kupelajari sejarah itu melalui aneka karya sastra masa lampau yang menunjukkan pengaruh Islam di kawasan Iberia itu,” ungkap dia.
—–
Awal 1979, dia mulai mempelajari Kabbalah, sebuah tradisi mistik bangsa Yahudi. “Nah, menariknya di dalam Kabbalah itu juga kudapati adanya pengaruh Islam,” ujar Stephen yang meneliti tentang Kabbalah selama hampir 20 tahun lamanya.

Kenal Islam di Bosnia
Selama meneliti Kabbalah, dia sempat melakukan perjalanan ke Bosnia dalam kapasitasnya sebagai seorang reporter. “Tahun 1990 untuk pertama kalinya aku bersentuhan secara langsung dengan Islam di Bosnia dan untuk pertama kalinya pula aku mengunjungi sebuah mesjid di ibukota Sarajevo,” kata dia.
—-
“Perlahan, aku melihat Islamlah yang mampu menawarkan jalan “terdekat” untuk mendapatkan kasih sayang Allah,” ujar pria yang juga aktif mengikuti tarekat Naqshabandiah kala di Bosnia. Dia bertemu dengan Syekh Hisham, seorang guru tarekat Naqshabandi di sana. Hatinya benar-benar terkesan hingga dalam hitungan minggu diapun bersyahadah di negeri Balkan itu. “Aku bangga jadi orang Islam,” aku dia.
—–
Di Sarajevo, Stephen menemukan banyak hal yang mengesankan hatinya. “Kutemukan sebuah pos terdepan Islam di Eropa, saat mana aku tidak merasa sebagai seorang asing di sana. Saat mana aku secara gampang bisa berjumpa dan bergaul langsung dengan orang-orang Islam yang begitu ramah, demikian pula kalangan terdidiknya. Aku menemukan puisi dan gubahan musik yang begitu indah, yang mengekspresikan nilai-nilai keagungan dan kedamaian dalam Islam,” ungkap dia dipenuhi rasa kagum.
—-
“Aku telah temukan sebuah “taman tua” yang indah,” ujar Stephen mengutip salah satu bait lagu Bosnia yang sangat terkenal yang berkisah tentang masa jaya Kekhalifahan Usmani di Balkan dan kontribusinya terhadap budaya Islam.

Stephen juga membaca beberapa bagian dari Alquran dan mengunjungi monumen-monumen Islam selama kunjungannya di Balkan.

“Aku layaknya kembali ke taman itu dan akhirnya masuk ke dalamnya,” ujar dia memberi ibarat. Ya, akhirnya dia memang memutuskan masuk Islam kala di Bosnia.
Takut timbul konflik
Sejak menerima Islam, Stephen sangat berhati-hati sekali dalam mengirim informasi keislamannya, baik itu kepada keluarga, teman-temannya hingga para tetangga dekatnya.

“Aku tidak mau sembarangan memberikan info ini, takut nanti timbul konflik dan kontroversi.. Aku juga tidak mau pengalaman ini dilihat atau dicap sebagai sesuatu yang bodoh atau picik. Ini bukan menyangkut diriku pribadi, tapi ini berkaitan dengan Allah. Aku ingin proses keislaman ini berada di jalan yang wajar. Hal ini semata-mata untuk kebaikan umat Islam dan juga bagi terbentuknya hubungan persaudaraan Islam di dalam ikatan kalimat la ilaha illallah,” tukas dia.
—-
“Aku amati, adakalanya kalangan nonmuslim melihatku sebagai seorang muallaf baru yang terpengaruh oleh kehidupan di Balkan. Tapi aku segera meluruskan pendapat ini seraya menyebutkan bahwa aku suka Islam bukan karena terlibat politik atau alasan kemanusiaan, tapi murni semata-mata karena pesan indah yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW sebagai utusan Allah,” kata dia lagi.

Damai dalam Islam
“Seperti telah kusebutkan di awal, aku menemukan bahwa hal-hal positif dalam agama samawi Yahudi dan Nasrani. Nilai-nilai positif itu terefleksikan dalam ajaran Islam. Jadi, Islam datang menyempurnakan agama terdahulu,” kata Stephen.

“Aku sangat yakin, tanpa adanya toleransi orang-orang Arab Spanyol dulu, terutama di saat Kekhalifahan Usmani masih berjaya, maka bangsa Yahudi telah lama hilang dari permukaan bumi ini. Halnya agama Yahudi hari ini, sangatlah jauh berbeda dengan ajaran mereka saat masih hidup berdampingan dengan orang-orang Islam dahulu,” tegas Stephen.

“Setelah memeluk Islam, hal yang sangat berkesan bagiku adalah adanya kedamaian hati disertai kehadiran Allah di dalam setiap hal. Muncul perasaan lembut, sopan santun, sederhana dan rasa ikhlas. Hidupku jadi mudah. Bahkan di saat aku ada masalah atau ujian dalam hidup ini,” tutur Stephen yang sangat yakin jika nilai-nilai Islam itu akan mampu menyelesaikan aneka permasalahan di Amerika, terutama perkara krisis moral.

Kritik Bush
Begitulah. Saat ini Stephen Schwartz dipercaya sebagai Direktur Eksekutif Center for Islamic Pluralism yang didirikan pada 25 Maret 2005 dan berpusat di Washington DC. Dia juga penulis buku best seller The Two Faces of Islam: Saudi Fundamentalism and Its Role In Terrorism.
Buku itu telah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa. Dalam buku tersebut dia mengungkapkan rasa tak setujunya dengan cap Islam teroris dan mengkritik secara terbuka pemerintahan Bush yang selalu mengidentikkan teroris dengan Arab. Akibat kritik tajamnya itu Stephen pun lantas dipecat dari posisinya sebagai penulis berita di media bergengsi Voice of America.

Begitupun, dalam beberapa hal, Stephen mengaku sangat sedih kala melihat konflik di Timur Tengah. “Aku sering memimpikan adanya kedamaian dan persahabatan antara Israel dan Arab. Persis sepertimana di saat orang Yahudi bisa hidup damai di masa kepemimpinan orang Islam,” kata pria yang dikala mudanya pernah terlibat dalam kelompok radikal sayap kiri itu. (Kisah Muallaf)

Dubes Paraguay untuk Indonesia Menjadi Muallaf

Dubes Paraguay untuk Indonesia Menjadi Muallaf - “Assalamualaikum,” kata dubes tersebut. Rupanya dia adalah Dubes Paraguay Cesar Esteban Grillon. Ucapan salam dari Grillon tersebut pun langsung dijawab oleh puluhan awak media yang hadir dalam pertemuan tersebut.

“Saya ini mualaf. Sejak jadi Muslim, i feel more happy,” ujar Grillon bangga, bercerita tentang dirinya.



Mendengar bahwa dubes tersebut adalah seorang mualaf, para awak media secara spontan mengucap alhamdulillah bersama-sama. Grillon pun tersenyum senang.

“Istri saya orang Indonesia,” ucap dia dengan bahasa Indonesia yang fasih.

Caesar Grillon Mengatakan hijrahnya ke agama Islam bukanlah karena paksaan, atau karena alasan menikah dengan wanita muslimah, tapi memang karena hidayah dari Allah dan didorong oleh kesadaran dari dirinya sendiri setelah meyaksikan kehidupan umat Islam di Indonesia.

Peristiwa unik terjadi dalam Diplomatic Corps Gathering yang digelar Pemprov DKI Jakarta di Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (6/5) malam. Pertemuan tersebut merupakan agenda tahunan antara pemprov dengan duta besar yang ada di Indonesia.

Usai sesi jumpa pers, Grillon berserta 11 dubes lainnya bermaksud pulang meninggalkan restoran. Sampai di halaman restoran, Grillon pun masuk ke mobilnya. Kemudian, dia membuka kaca jendela, sambil melambaikan tangan dan berteriak Assalamualaikum pada kerumunan wartawan…(Kisah Muallaf)

Hanny Kristianto: Saya Salah dan Islam yang Benar

Hanny Kristianto: Saya Salah dan Islam yang Benar - Tak pernah menyangka sebelumnya, pemilik nama lengkap Hanny Kristianto ini adalah sosok yang sangat membenci Islam sebelum akhirnya memutuskan berikrar syahadat di Mojokerto pada 28 Februari 2013.


Butuh waktu sekitar tiga tahun untuk pria yang akrab disapa Hanny ini melakukan pencarian mengenai Islam. Meski demikian, kegetirannya terhadap Islam sudah berlangsung cukup lama. Proses pencarian Hanny tentang Islam bermula saat ia bekerja di Kalimantan sekitar tahun 2000.

Tak pernah menyangka sebelumnya, pemilik nama lengkap Hanny Kristianto ini adalah sosok yang sangat membenci Islam sebelum akhirnya memutuskan berikrar syahadat di Mojokerto pada 28 Februari 2013.

Butuh waktu sekitar tiga tahun untuk pria yang akrab disapa Hanny ini melakukan pencarian mengenai Islam. Meski demikian, kegetirannya terhadap Islam sudah berlangsung cukup lama. Proses pencarian Hanny tentang Islam bermula saat ia bekerja di Kalimantan sekitar tahun 2000.

Dalam proses pembelajaran tentang Islam, pria berdarah Tionghoa ini berusaha mencari kesalahan dan kelemahan Islam. Namun, rentetan kebencian dan persepsi negatifnya terhadap Islam selama ini malah terbantahkan dengan sendirinya selama proses "petualangan spiritualnya" itu.

Salah satu citra buruk Islam yang dilekatkan oleh sebagian orang adalah kisah Nabi Muhammad yang berpoligami dan suka berperang. "Ternyata, malah saya menemukan saya yang salah dan manusia lemah," ujar Hanny.

Ia justru menemukan bahwa Muhammad adalah manusia yang terbaik dalam lisan, akhlak, dan sikapnya. Sangat berbeda dari persepsi awalnya mengenai Sang Nabi pamungkas tersebut.

Dalam proses petualangannya mengkaji dan mendalami Islam itu pula, pria yang kini berusia 40 tahun tersebut mendapatkan fakta yang mengetuk relung hatinya, yaitu hanya Islam yang umatnya mampu menghafal seluruh kitab suci dan tidak ada kesalahan dalam Alquran.

Selain itu pula, hanya Islam yang memiliki tata cara ibadah yang khusyuk, tidak membedakan status sosial, jabatan, dan ilmu. Semua sama di hadapan Allah dan wajib beribadah.

Di samping itu, hanya dalam Islam ibadah sudah ditentukan tepat waktu dan teratur. Cuma Islam yang kitab sucinya diturunkan langsung kepada Nabi. Satu per satu temuan itulah yang semakin menguatkan keyakinannya untuk segera memeluk Islam.

Ketenangan Setelah berikrar syahadat, Hanny merasa hidup yang ia jalani seperti tanpa beban, penuh ketenangan, kebahagiaan hati, jiwa, dan pikiran. Ia mengaku belajar banyak dari Islam.

Salah satunya, yakni tidak ada harapan dan cita-cita yang lebih baik bagi seorang manusia daripada mendapat ridha Allah SWT, dicintai, disayangi, dan mendapat naungan di hari tiada perlindungan selain naungan-Nya.
Kini, Hanny mengaku terus belajar tentang Islam dengan beberapa ulama.

Seperti KH Zainuddin Husni di Pondok Pesantren Tarbiyatul Qulub, Uztaz Arifin Ilham, Ustaz Ali Hasan Bawazier, Ustaz Syarif Jafar Baraja, dan KH Said Amin di Samarinda. Dalam proses pembelajaran ini, satu hal yang ia pahami, yakni tidak perlu memaksa orang lain untuk berhijrah, satu kalimat, yaitu tuntun dan bukan tuntut. Sentuhlah hati mereka dengan bagusnya akhlakmu karena hidayah milik Allah semata.

Setelah dua tahun menjadi Muslim, Hanny memiliki kesempatan untuk melaksanakan ibadah haji. Pria kelahiran Yogyakarta ini awalnya tidak pernah menyangka bahwa ia dapat menginjakkan kaki di Tanah Suci untuk berhaji. "Beberapa bulan lalu dihajikan oleh Bapak Jenderal Syekh Osama bin Suhaibi," katanya.

Dalam menjalankan ibadah haji, begitu banyak pengalaman spiritual yang ia rasakan. Ia sangat terkesan dan benar-benar merasakan kebenaran surah al-Hujurat ayat ke-13, "Sesungguhnya yang paling mulia di sisi Allah adalah siapa yang paling takwa," saat menjalankan prosesi haji.

Menurutnya, di Padang Arafah status sosial dan perbedaan hidup manusia akan hilang sehingga tidak dapat lagi membedakan siapa yang kaya, hartawan, rakyat biasa, raja, atau sebagainya. Semua sama dengan memakai pakaian selendang kain putih tanpa jahit.

Semua yang hadir di Tanah Suci menggambarkan perpaduan dan satu hati umat Islam. Dan, gambaran inilah yang semestinya diamalkan dalam kehidupan seharian umat Islam setelah berhaji.

Selain melihat Ka'bah secara langsung, ia juga memiliki kesempatan untuk mengunjungi tempat-tempat bersejarah di Madinah dan Makkah pada saat melaksanakan ibadah haji tahun lalu.
(Kisah Muallaf)

Annaba Center Resmikan Pesantren Mualaf Putri

Annaba Center Resmikan Pesantren Mualaf Putri - Pada Ahad (30/1), Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan An Naba Center Indonesia baru saja meresmikan pesantren putri. Peresmian pesantren dihadiri oleh tokoh-tokoh nasional dan juga internasional.

Enam orang qori internasional hadir dalam acara peresmian tersebut. Mereka adalah ustaz Fadlan Zainudin, ustaz Qadar, ustaz Mukmin Mubarak, ustaz Darwin Hasibuan, ustaz Ahmad Muhajir, dan ustazah Mawaddah. Bertindak sebagai penceramah adalah ustazah Ita Meiga Fitri tokoh mualaf dari Jawa Tengah.


Peresmian pesantren putri langsung diresmikan oleh Wali Kota Tangerang Selatan, Hj. Airin Rachmi Diany, SH.,MH., dan dihadiri lebih dari empat ratus orang dari berbagai kalangan seperti birokrat, pengusaha, kiai dan ustaz, Jemaah majelis taklim, lembaga-lembaga pendidikan serta wartawan beberapa media baik cetak maupun online.

Airin mengatakan, pendirian pesantren mualaf putri Annaba Center Indonesia merupakan salah satu bagian dari motto Kota Tangerang Selatan, yaitu cerdas, modern, dan religius. Religius menurut beliau dimaknai bahwa “setiap pemeluk agama mampu menjalankan ajaran agamanya sesuai dengan keyakinan masing-masing.”

Menurutnya, mereka yang memilih menjadi mualaf berhak menjalankan ajaran Islam tanpa adanya ancaman, terror, intimidasi dan lainnya. Itulah yang seyogyanya juga dialami oleh para santri Annaba Center Indonesia, namun ancaman dan teror tetap masih saja ada.

Wali Kota lebih lanjut memberikan penjelasan terhadap Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang diajukan oleh Yayasan An Naba Center. “Mungkin terdapat miskomunikasi antara pemerintah dan Yayasan An Naba Center, sehingga kutipan retribusi yang harus dibayar oleh An Naba Center lebih besar dibanding yang seharusnya. Oleh sebab itu, kita harus tetap husnuzon, dan insyaAllah nanti akan dibantu oleh pak Camat dalam pengurusannya lebih lanjut.”, ujar ibu wali kota memberikan penjelasan terkait IMB yang dikeluhkan oleh pimpinan pesantren, KH. Syamsul Arifin Nababan.

 (Kisah Muallaf)

Dalton Mtengwa, Berandalan Inggris yang Bersyahadat

Dalton Mtengwa, Berandalan Inggris yang Bersyahadat - Jumlah mualaf di Inggris meningkat dua kali lipat dalam satu dekade terakhir. Demikian, laporan penelitian Pusat Studi Islam Universitas Cambridge. '


Dari laporan itu diketahui, Muallaf pria sering mengalami kesalahpahaman dengan orang-orang yang mereka kenal, dipandang berbeda pula dalam agama yang baru mereka peluk. Akan tetapi, di tengah situasi ini, tetap banyak anak-anak muda Inggris hijrah ke Islam.

Salah satunya Dalton Mtengwa, yang baru berusia 24 tahun. Mtengwa sebelumnya dibesarkan di keluarga Kristen, tetapi ia sendiri tak banyak beribadah saat masih memeluk Kristen. “Saya hijrah ke Islam karena saya menemukan kebenaran, agama yang benar,” cerita Mtengwa, dilansir vice.com, Jumat (5/2).

“Tidak banyak yang bisa dipraktikkan dalam Kristen. Di Islam, lebih banyak doktrin dan disiplin,” kata dia.

Mtengwa sebelumnya pun pernah melakukan tindak kriminal, mencuri, perampokan, kejahatan bersama gengnya. Ia merasa tertekan dengan situasi perkawanannya yang begitu materialistis, itulah alasannya mencuri—agar memiliki uang lebih. Di tengah frustasi dan depresi yang melanda, Mtengwa Februari lalu memutuskan untuk melafalkan syahadat dan memeluk Islam.

“Islam mengajarkan saya untuk rendah hati dan tidak serakah. Ketika Anda mati, benda-benda tidak akan mengikutimu. Hanya amalmu, Allah hanya menilai kita dengan amal, bukan karena Anda mengemudikan Mercedes Benz.”
(Kisah Muallaf)

Mualaf Korea Ini Rajin Membagi Tutorial Hijabnya

Mualaf Korea Ini Rajin Membagi Tutorial Hijabnya - Ayana Moon, gadis cantik yang mirip artis Korea ini memutuskan untuk berpindah agama sejak duduk di bangku setingkat SMA. Ia menjadi satu-satunya orang yang memeluk agama Islam di keluarganya. Gadis 20 tahun ini tengah melajutkan studinya di Universitas Islam Internasional di Malaysia untuk memperdalam ilmu agama.

Bagaimana kisahnya sehingga Ayana sampai tertarik dan menyatakan memeluk Islam? Ayana mengaku sering berpikir tentang penciptaan alam dan kiamat. Akhirnya, ia mencari tahu dan membandingkan antara satu kitab agama dengan kita agama lainnya. Hingga akhirnya perempuan dua bersaudara ini menemukan jawaban kebenaran itu dalam Alquran.



Ayana pun lantas memutuskan untuk berpindah agama. Beruntung ibu, nenek, kakek dan adik laki- lakinya tak mempermasalahkan status agama Ayana. Mereka justru mendukungnya. Bahkan kakek Ayana yang mengetahui kebudayaan Islam terus memotivasi Ayana. Namun Ayana berpikir adik laki-lakinya adalah orang yang paling mendukung keputusannya memeluk Islam.

Meskipun memiliki dikesibukan menjalani studi diluar negeri, Ayana selalu menyempatkan untuk membalas komentar pengikutnya di Instagram. Gadis kelahiran 28 Desember 1995 ini, setelah memeluk Islam dan mengenakan hijab, rajin menampilkan tutorial hijab ala dirinya melalui akun di media sosial.

Popularias Ayana di media sosial melebihi rekannya Ola BoraSong, yang menjadi salah satu pemain dalam film Jilbab Traveler: Love Sparks in Korea yang disadur dari buku Asma Nadia.  Terbukti dari akun instagram @xolovelyayana yang kini sudah memiliki 114 ribu pengikut.

"Saya tidak menganggap kalian sebagai penggemarku, tapi sebagai teman. Bagiku ini adalah suatu kehormatan untuk mengenal kalian, saya selalu membaca pesan komentar kalian dan berusaha untuk membalasnya satu per satu, apakah kalian tahu? saya suka sesekali mengunjungi akun instagram kalian, saya mencintai kalian, temanku," tulisnya di akun instagram miliknya.

Gadis penggemar berat boygrup TVXQ ini sebetulnya hanya memakai hijab pada waktu tertentu saja. Karena Korea bukan negara mayoritas pemeluk agama Islam, kabarnya jika menggunakan hijab akan susah mencari kerja dan diterima oleh masyarakat.

Tetapi Ayana sanggat bangga dengan jilbab serta statusnya sebagai penganut islam di negeri gingseng tersebut. Ayana pun tidak peduli jika ada yang memberikan komentar buruk padanya. "Menurut peraturan sekolah menutupi kepala bukanlah hal yang bagus. Tetapi guru, teman- teman maupun keluarga selalu mendukungku dan tidak mencemoh dengan apa yang kupilih," ujar Ayana Moon. (Kisah Muallaf)

Kebahagiaan Dian Sastro Masuk Islam

Kebahagiaan Dian Sastro Masuk Islam - Raut wanita dalam foto itu serius. Tampak tekun. Kepala berbalut kerudung, tertunduk. Mata terkunci ke bawah. Khusyuk. Tangan kanan menggenggam mic. Disodorkan ke bibir yang terlihat tengah membaca. Demikian dilansir posmetro.



Dia tak sendiri. Di samping kanan, duduk perempuan paruh baya. Juga berkerudung. Wanita berkaca mata itu memaku pandangan ke arah kiri. Mengamati wanita muda di samping dengan lekat.

“Khataman Qur’an dan pengajian sebelum akad..” Demikian bunyi kalimat yang tertulis di sebelah kanan foto kedua perempuan tersebut.

Dua perempuan dalam foto itu adalah Dian Sastrowardoyo dan sang bunda, Dewi Parwati Setyorini. Dian tengah membaca Alquran sebelum akad nikah. “Mama aku yang Katolik benar -benar supportif dan mendukung aku untuk khatamin Qur’an sebelum menikah..”

Gambar itu diambil sebelum pernikahan Dian dengan Maulana Indraguna Sutowo pada 2010. Kemudian diunggah ke Instagram melalui akun @therealdisastr pertengahan tahun lalu.

Dian dan sang bunda memang beda agama. Pemeran Cinta dalam film Ada Apa Dengan Cinta (AADC) ini memutuskan masuk Islam. Mengucap Syahadat pada tahun 2006. Tepat pada malam peringatan Isra Mi’raj.

Kala itu, nama Dian sudah gemilang. Dikenal luas sebagai artis papan atas. Sukses menjadi pelakon film dan juga bintang iklan. Sehingga keputusan menjadi mualaf menjadi perhatian banyak orang. Diberitakan berbagai media.

Perempuan kelahiran Jakarta, 16 Maret 1982, ini mengaku keputusan masuk Islam datang dari jiwa. Tak ada yang membujuk. Apalagi memaksa. “Dari hatiku sendiri,” tutur Dian saat diwawancara sebuah media.

Namun, proses mualaf itu butuh perjalanan panjang. Mungkin inilah yang ditiru oleh Dian dari sang ayah, Ariawan Sastrowardoyo. Dulu, sang ayah juga mengembara mencari jati diri, sebelum akhirnya memeluk Buddha.

“Mungkin oleh proses yang sama sekarang aku memeluk Islam. Sementara mamaku tetap Katolik,” ujar Dian.

Tapi Dia yakin, menjadi mualaf bukanlah pilihan salah. Keputusan ini benar. Dan dengarlah kebahagiaan Dian setelah memeluk Islam.

“Perasaanku lega. Karena aku masuk Islam bukan karena popularitas. Yang membuat aku memilih Islam karena aku ingin berserah diri dan pasrah kepada Allah.”

Sebagai seorang mualaf, Dian terus belajar. Memperdalam ilmu Islam. Berbagai buku dia lahap. Termasuk tuntunan salat. Selain itu, dia juga bertanya pada orang yang lebih tahu tentang Islam.

“Ada guru juga yang ngajarin, tapi lebih banyak aku baca buku.”(Kisah Muallaf)